JAGOPOST.CO.ID – Mikrofon menjadi salah satu elemen krusial dalam penyampaian Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Namun, proses mendapatkan alat tersebut bukanlah perkara mudah karena segala persiapan dilakukan dengan terburu-buru dan minim kelengkapan teknis.
Dalam otobiografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Sukarno menceritakan bahwa mikrofon yang digunakan saat itu berasal dari stasiun radio Jepang yang berhasil diperoleh dalam kondisi darurat. “Aku berjalan menuju pengeras suara kecil hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan proklamasi itu,” kenang Sukarno.
Kesaksian Berbeda tentang Asal Mikrofon
Pernyataan Sukarno tersebut bertolak belakang dengan kisah yang diungkapkan oleh Sudiro, salah seorang pejuang kemerdekaan. Dalam buku Pengalaman Saya Sekitar 17 Agustus 1945, Sudiro menyatakan bahwa mikrofon itu bukan hasil curian dari Jepang atau Belanda, melainkan dipinjam dari seorang pribumi.
Menurut Sudiro, pada dini hari 17 Agustus 1945, dua pemuda bernama Wilopo dan Njonoprawoto bertugas mencari mikrofon. Mereka akhirnya bertemu dengan Gunawan, pemilik Radio Satriya di Jalan Salemba Tengah 24, Jakarta. Gunawan setuju meminjamkan mikrofon buatannya untuk digunakan dalam acara penting tersebut.
Proses Mendapatkan Mikrofon
Gunawan dikenal sebagai sosok yang ahli dalam peralatan audio. Mikrofon yang ia ciptakan, lengkap dengan perlengkapan seperti corong, stand, dan verstekker, dirancang menggunakan bahan sederhana, termasuk selubung rokok untuk beberapa komponen.
Pada awalnya, Gunawan tidak diberi tahu tujuan penggunaan mikrofon tersebut. Bahkan, ia hanya memiliki satu mikrofon tersisa karena yang lainnya telah disewa orang. Ketika Wilopo dan Njonoprawoto kesulitan memasang mikrofon, Gunawan meminta bantuan saudaranya, Sunarto, untuk mengantarkan dan memasangnya di lokasi.
Saat perjalanan ke Pegangsaan Timur 56, barulah Sunarto diberi tahu bahwa mikrofon itu akan digunakan untuk proklamasi kemerdekaan. Setibanya di lokasi, ia segera memasang mikrofon, sementara kedua pemuda tadi membantu persiapan lainnya.
Kisah Setelah Proklamasi
Setelah momen bersejarah itu, mikrofon dikembalikan kepada Gunawan. Pada awal 1946, saat pindah ke Solo, Gunawan membawa mikrofon tersebut dan menyimpannya dengan hati-hati. Mikrofon itu menjadi saksi sejarah yang begitu berharga sehingga banyak yang berusaha memilikinya, termasuk seorang warga India yang menawarkan sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol sebagai gantinya. Namun, Gunawan menolak semua tawaran tersebut.
Akhirnya, mikrofon itu diserahkan kepada Harjoto, Sekretaris Jenderal Kementerian Penerangan. Harjoto kemudian memberikan mikrofon itu kepada Presiden Sukarno sebagai hadiah ulang tahun ke-58. Atas instruksi Sukarno, mikrofon tersebut ditempatkan di Monumen Nasional sebagai bagian dari sejarah perjuangan bangsa.
Nilai Tak Ternilai dari Mikrofon Kemerdekaan
Kisah mikrofon ini bukan sekadar cerita tentang sebuah alat, melainkan simbol perjuangan dan tekad bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Dari perjalanan mencari hingga penggunaannya untuk menyampaikan deklarasi bersejarah, mikrofon ini mengingatkan kita pada nilai kebersamaan dan kerja keras dalam mewujudkan cita-cita bangsa.
Leave a Reply