Jagopost.co.id, Seoul – Sebuah tragedi memilukan terjadi pada Minggu (29/12/2024), ketika pesawat Jeju Air tergelincir di Bandara Internasional Muan, Korea Selatan, menewaskan 179 orang. Namun, dari reruntuhan pesawat Boeing 737 itu, dua pramugari berhasil selamat.
Keduanya, yang diidentifikasi dengan nama pendek Lee Mo dan Kwon, ditemukan hidup di bagian ekor pesawat—satu-satunya bagian yang masih utuh setelah tabrakan maut.
Rahasia di Balik Keselamatan Mereka
Menurut pejabat setempat, keberadaan mereka di bagian belakang pesawat menjadi faktor utama yang menyelamatkan nyawa. “Hanya bagian ekor yang masih sedikit bentuknya, sementara bagian lainnya hampir mustahil dikenali,” ujar Kepala Pemadam Kebakaran Muan, Lee Jung-hyun.
Statistik mendukung klaim ini. Analisis yang dilakukan majalah TIME terhadap data Administrasi Penerbangan Federal (FAA) Amerika Serikat selama 35 tahun menunjukkan bahwa kursi di bagian belakang pesawat memiliki tingkat kematian lebih rendah, yakni 32 persen, dibandingkan dengan bagian tengah (39 persen) atau depan (38 persen).
Lee Mo, salah satu korban selamat, mengingat mengencangkan sabuk pengamannya beberapa saat sebelum pesawat mendarat. “Hal berikutnya yang saya ingat adalah terbangun di ranjang rumah sakit,” katanya, seperti dilaporkan Korea Times.
Faktor Keselamatan dalam Kecelakaan Pesawat
Pakar penerbangan menegaskan bahwa lokasi tempat duduk dapat memengaruhi peluang keselamatan dalam insiden pesawat. Profesor Doug Drury dari Universitas Queensland Tengah menyatakan bahwa duduk di dekat pintu keluar darurat dapat mempercepat evakuasi, tetapi kursi di dekat sayap bisa berbahaya karena lokasi tangki bahan bakar yang berisiko meledak.
Duduk di kursi tengah juga dianggap lebih aman daripada kursi dekat jendela atau lorong karena adanya perlindungan dari penumpang di kedua sisi. Namun, secara keseluruhan, kemungkinan mengalami kecelakaan pesawat tetap sangat rendah.
Menurut Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA), tidak ada kematian akibat kecelakaan penerbangan komersial pada tahun 2023, dengan hanya 30 insiden dari total 880.293 penerbangan.
Penyebab Tragedi Masih Diselidiki
Hingga kini, penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap penyebab kecelakaan Penerbangan Jeju Air 2216. Pilot, seorang veteran dengan pengalaman hampir 7.000 jam terbang, sempat melaporkan adanya tabrakan dengan burung yang menyebabkan kerusakan pada salah satu mesin.
Kemungkinan kegagalan mesin turut melumpuhkan sistem hidrolik otomatis untuk roda pendaratan dan rem, meski terdapat opsi pengoperasian manual.
Pakar keselamatan penerbangan David Learmount mengkritik keberadaan dinding beton di ujung landasan pacu yang menjadi titik tabrakan pesawat. “Dinding itu seharusnya tidak berada di sana—itu hampir merupakan tindakan kriminal,” ujarnya kepada Sky News.
Kesimpulan
Kisah selamatnya dua pramugari dari tragedi ini menjadi sorotan, sekaligus menyoroti pentingnya memperhatikan lokasi duduk di pesawat untuk meningkatkan peluang keselamatan. Meski demikian, insiden ini kembali mengingatkan dunia akan pentingnya standar keselamatan penerbangan, baik di udara maupun di darat.
Ikuti terus perkembangan terbaru seputar investigasi kecelakaan Jeju Air dan informasi terkait dunia penerbangan hanya di sini.