Wang Yi: Tarif AS Ancam Tatanan Global, “Hukum Rimba” Mengintai

NASIONAL78 Views

Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai potensi kembalinya “hukum rimba” dalam tatanan global. Pernyataan ini secara khusus menyoroti kebijakan perdagangan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, yang ditandai dengan penerapan tarif impor yang agresif.

Wang Yi mengkritik keras tindakan AS yang dianggapnya tidak adil, terutama terhadap negara-negara yang dianggap tidak memberikan keuntungan ekonomi bagi AS. Ia menekankan bahwa mengenakan tarif tanpa dasar yang jelas merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Lebih lanjut, ia memperingatkan bahwa jika setiap negara mengutamakan kepentingan nasionalnya sendiri dan mengandalkan kekuatan serta status, dunia berisiko kembali ke era di mana hukum rimba berlaku.

Tiongkok, menurut Wang Yi, tidak akan tinggal diam menghadapi tekanan perdagangan dari AS. Ia menegaskan bahwa hubungan ekonomi dan perdagangan antara Tiongkok dan AS seharusnya didasarkan pada prinsip saling menguntungkan. Jika AS memilih untuk bekerja sama, hasil yang menguntungkan bagi kedua belah pihak dapat dicapai. Namun, jika AS terus menggunakan tekanan, Tiongkok akan dengan tegas melawan.

Selain isu perdagangan, Wang Yi juga menyoroti konflik di Ukraina dan situasi di Gaza. Ia menyerukan perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina, dengan menekankan bahwa “konflik tidak memiliki pemenang, dan perdamaian tidak memiliki pecundang”. Tiongkok, katanya, mendukung semua upaya yang ditujukan untuk mencapai perdamaian.

Mengenai situasi di Gaza, Wang Yi menyerukan “gencatan senjata abadi”. Ia berpendapat bahwa negara-negara besar yang peduli terhadap rakyat Gaza harus mempromosikan gencatan senjata yang komprehensif dan berkelanjutan, serta meningkatkan bantuan kemanusiaan.

Pernyataan Wang Yi ini mencerminkan kekhawatiran Tiongkok terhadap meningkatnya ketegangan global dan potensi kembalinya praktik-praktik yang merugikan kerja sama internasional. Ia menekankan pentingnya dialog dan kerja sama dalam menyelesaikan perbedaan dan mencapai perdamaian.