Jagopost.co.id, Jakarta, 28 Maret 2025 – Dalam sebuah rangkaian peristiwa yang mengejutkan, tiga jam usai terjadi gempa dahsyat yang mengguncang beberapa wilayah di Myanmar, pemerintah militer atau junta dilaporkan melanjutkan serangan udara yang mengakibatkan 7 orang tewas. Peristiwa ini kembali menambah daftar kekerasan dan konflik yang sudah lama melanda negeri tersebut, di mana bencana alam dan tindakan militer sering kali terjadi secara bersamaan.
Menurut keterangan dari pihak berwenang, gempa dahsyat yang terjadi pada pukul 10.00 WIB itu mengguncang wilayah perbatasan dan menyebabkan kerusakan pada beberapa infrastruktur penting. Getaran gempa yang dirasakan sampai ke kota-kota besar memicu kepanikan di kalangan warga, dan sejumlah bangunan mengalami retak serta kerusakan struktural. Meski demikian, gempa tersebut tidak langsung menyebabkan korban jiwa signifikan.
Hanya tiga jam kemudian, tepatnya sekitar pukul 13.00 WIB, serangan udara dilaporkan kembali terjadi. Dalam serangan yang dilakukan oleh pasukan udara junta, beberapa area strategis di wilayah yang terdampak gempa diserang secara bersamaan. Menurut saksi mata, suara ledakan dan asap tebal terlihat menghiasi langit di atas beberapa kota kecil di Myanmar. Dalam insiden ini, pihak militer mengonfirmasi bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari operasi keamanan yang sedang berlangsung, meskipun penjelasan rinci mengenai target dan tujuan serangan belum diungkapkan secara resmi.
Data awal dari Kantor Berita Myanmar menyebutkan bahwa sebanyak 7 orang dilaporkan tewas akibat serangan udara tersebut. Korban-korban yang tewas diduga merupakan warga sipil yang berada di dekat lokasi serangan, meskipun informasi lebih lanjut mengenai identitas dan usia korban masih dalam proses verifikasi. Selain itu, beberapa laporan menyebutkan bahwa sejumlah warga mengalami luka-luka dan harus segera mendapatkan perawatan medis di rumah sakit setempat.
Para analis politik menyatakan bahwa serangan udara ini kemungkinan merupakan respons atau langkah provokatif dari junta untuk menunjukkan kekuatan militer di tengah situasi pasca-gempa yang masih penuh dengan ketidakpastian. “Menggabungkan momen bencana alam dengan operasi militer menunjukkan adanya kecenderungan untuk memanfaatkan kekacauan sebagai momentum untuk mempertegas otoritas,” ujar seorang analis dari lembaga riset politik di Bangkok. Meski demikian, langkah tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk organisasi HAM internasional yang mendesak agar operasi militer dihentikan dan prioritas diberikan kepada penanganan bencana.
Sementara itu, masyarakat di wilayah terdampak serangan udara semakin dilanda kesedihan dan kekhawatiran. Banyak warga yang harus mengungsi karena rumah mereka rusak akibat gempa dan serangan militer yang terjadi beberapa jam kemudian. Pengungsi ini kini menunggu bantuan darurat dari pemerintah dan organisasi kemanusiaan untuk mendapatkan bantuan medis, pangan, dan tempat tinggal sementara.
Pemerintah Myanmar sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait rangkaian peristiwa ini. Namun, sejumlah pejabat tinggi di junta diketahui tengah melakukan pertemuan darurat untuk membahas langkah-langkah penanggulangan dan strategi keamanan ke depan. Internasional, sejumlah negara dan organisasi kemanusiaan mengimbau agar pihak militer menghentikan serangan dan fokus pada upaya penyelamatan serta pemulihan pasca-bencana.
Dengan situasi yang semakin kompleks, penekanan pada perlunya bantuan kemanusiaan dan upaya diplomatik untuk menenangkan situasi di Myanmar menjadi semakin mendesak. Masyarakat internasional berharap agar krisis ini segera mendapatkan penanganan yang menyeluruh guna mengurangi penderitaan warga sipil yang terdampak.